Pemilukada
DKI Jakarta baru saja selesai. Dari berbagai hasil quick count yang
dilakukan oleh beberapa lembaga survei menunjukkan bahwa pasangan
Jokowi-Ahok untuk sementara unggul menempati peringkat pertama
mengalahkan pasangan calon gubernur incumbent Foke-Nara.
Hasil penghitungan secara riil sendiri masih dilakukan oleh KPUD wilayah
Jakarta dan rencananya baru akan diumumkan 20 Juli mendatang. Walau
beberapa pasangan mengharapkan bisa menang hanya dalam satu putaran,
namun dari hasil yang didapat, banyak pengamat yang memprediksi
Pemilukada kali ini akan berlangsung selama dua putaran.
Terlepas dari apapun hasil yang didapatkan nanti, Jakarta memang butuh
figur yang bisa membawa perubahan, sebuah perubahan yang ke arah lebih
baik tentunya. Nah, sebelum hasil itu diumumkan, mungkin ada baiknya
kita kembali bernostalgia ke masa lalu, melihat kembali transformasi dan
perubahan yang dialami oleh kota Jakarta, untuk sekedar menjadi bahan
renungan, perubahan apa yang sebenarnya diinginkan untuk ibukota
Indonesia tercinta ini.
Berikut ini merupakan serangkaian karya fotografi yang mengabadikan
kembali suasana Jakarta di tahun 1970-an yang dikutip dari berbagai
sumber.
|
Banjir di sebuah perkampungan di Jakarta, 1971. |
Banjir merupakan salah satu masalah klasik yang menghinggapi Jakarta.
Dan rupanya masalah ini sudah ada sejak jaman dahulu. Foto ini menjadi
bukti jika banjir memang telah menjadi salah satu momok kota Jakarta.
Foto ini diambil tahun 1971, menggambarkan perkampungan yang terendam
air banjir di Jakarta.
|
Poster bioskop Megaria. 1975. |
Foto bioskop Megaria di sini diambil pada tahun 1975. Menurut catatan
Wikipedia, Bioskop Megaria merupakan salah satu bioskop tertua di
Jakarta yang masih berdiri hingga kini. Bioskop ini dibangun pada tahun
1932 dengan nama Bioscoop Metropool, sesuai dengan ejaan bahasa Belanda
pada waktu itu. Pada 1960, Presiden Soekarno memerintahkan penggantian
semua nama yang berbau asing, karena itu Bioskop Metropool pun berganti
nama menjadi Bioskop Megaria.
|
Foto kawasan Megaria tahun 1980-an. |
Pada 1989 gedung bioskop ini disewakan oleh PT Bioskop Metropole kepada
jaringan 21 Cineplex, yang mengubah rancangan dalam gedung itu sehingga
menjadi 6 bioskop mini dengan kapasitas tempat duduk sektiar 50 kursi
setiap ruangannya. Namanya pun sempat berubah menjadi Megaria 21. Kini
bioskop tersebut ditetapkan sebagai cagar budaya.
|
Stasiun Jakarta Kota, 20 Agustus 1979. |
Dikenal
pula sebagai Stasiun Beos adalah stasiun kereta api yang berusia cukup
tua di Kelurahan Pinangsia, Kota Tua Jakarta dan ditetapkan oleh
Pemerintah Kota sebagai cagar budaya. Stasiun ini adalah satu dari
sedikit stasiun di Indonesia yang bertipe terminus (perjalanan akhir),
yang tidak memiliki kelanjutan jalur. Foto diatas diambil pada tanggal
20 Agustus 1979.
Beos sendiri ternyata memiliiki beberpa versi, yang pertama, Beos
kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij (Maskapai
Angkutan Kereta Api Batavia Timur), sebuah perusahaan swasta yang
menghubungkan Batavia dengan Kedunggedeh. Sementara versi lainnya
menyebut bahwa Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken, yang artinya
Batavia dan Sekitarnya, dimana berasal dari fungsi stasiun sebagai
pusat transportasi kereta api yang menghubungkan Kota Batavia dengan
kota lain seperti Bekassie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Parijs van Java
(Bandung), Karavam (Karawang), dan lain-lain.
|
Keramaian Pasar Tanah Abang 1977. |
Jika
dilihat, kebanyakan mungkin akan bertanya-tanya tempat apakah yang ada
di foto ini. Foto ini merupakan foto udara yang mengabadikan keramaian
Pasar Tanah Abang, Jakarta, tahun 1977. Menurut sejarahnya, Pasar Tanah
Abang dahulu disebut sebagai Pasar Sabtu.
|
Pasar Tanah Abang awal tahun 1900-an. |
Pasar ini dibangun oleh Yustinus Vinck pada 30 Agustus 1735. Yustinus
Vinck menirikan Pasar Tanah Abang Pasar atas izin dari Gubernur Jenderal
Abraham Patramini. Ijin yang diberikan saat itu untuk Pasar Tanah Abang
adalah untuk berjualan tekstil serta barang kelontong dan hanya buka
setiap hari Sabtu, sebelum akhirnya berubah. Foto kedua diatas diambil
pada tahun 1900an.
|
Showroom Dunia Motor di tahun 1974. |
Dealer
motor ini juga merupakan salah satu dealer paling tertua di Jakarta.
Jika Dunia Motor kini identik dengan Honda, maka di tahun 70-an, atau
tepatnya dari foto yang diambil tahun 1974 ini, Dunia Motor juga
menjajakan merek Jepang lainnya, yakni Suzuki dan Kawasaki.
|
Bundaran HI arah Jl. Thamrin, Jakarta, 4 Mei 1974 |
Kemacetan
menjadi momok bagi warga Jakarta saat ini. Namun melihat dari foto yang
diambil di kawasan Bundaran HI arah Jl. Thamrin, Jakarta, 4 Mei 1974
ini, bisa dilihat bahwa ramainya lalu lintas sudah terjadi sejak dulu.
Bedanya, kemacetan yang terjadi tidak separah sekarang.
|
Lalu lintas Jl. MH Thamrin, Jakarta, 1973. |
|
Jl. Senen Raya, Jakarta, 1971. |
|
Deretan becak menunggu penumpang di Jl. MH Thamrin Jakarta, 1972. |
|
Helicak di Jakarta, 1976. |
|
Opelet di Jakarta, 1978. |
Keramaian
lalu lintas juga bisa dilihat di sini. Salah satu foto yang diabadikan
pada tahun 1971 di Jl. Senen Raya, Jakarta. Di foto lain bisa dilihat
jika angkutan umum sepertinya menjadi primadona di masa lalu, termasuk
Oepelet, Helicak hingga Becak. Namun berbeda dengan masa kini yang lebih
didominasi oleh kendaraan pribadi.
|
Gedung Indosat dan bunderan Air Mancur di latar depan, di Jakarta. |
No comments:
Post a Comment